Sejarah Singkat Al-quran
Dikalangan para ulama, termenilologi pengumpulan Al
qur’an memiliki dua konotasi, yaitu konotasi penghafalan Al Qur’an dan konotasi
penulisan Al qur’an.
1. Penghafalan Al qur’an
Nabi Saw adalah orang pertama yang menghfal Al qur’an. Tindakan Nabi Saw merupakan
suri tauladan bagi para sahabatnya. Menurut imam Al Bukhori, para sahabat
penghafal Al Qur’an antara lain : Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mi’qal, Mu’adz
bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, dan Abu Darda.
Ada juga para sahabat perempuan yang hafal Al qur’an seperti Aisyah, Hafsah,
Ummu Salah, dan Ummu Waraqa.
2. Penulisan Al qur’an
a. Masa Nabi Muhammad Saw.
Pada tahap ini penyandaran pada hafalan lebih banyak dari pada penulisan
karena hafalan para sahabat sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang
yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu, siapa saja dari kalangan
mereka yang mendengar satu ayat saja, dia akan langsung menghafalnya atau
menulisnya dengan sarana seadanya, seperti pelepah kurma, potongan kulit,
permukaan batu, atau tulang belulang.
Nabi Muhammad Saw. juga mempunyai beberapa sekertaris dalam penulisan Al
Qur’an yang tugasnya khusus mencatat ayat Al Qur’an, antara lain : Abu Bakar,
Ustman bin Affan, Umar bin Khattab, Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit, Abu
Zaid bin Sakan, Khalid bin Walid, dan Muawiyyah.
Faktor pendorong penulisan Al qur’an ini yaitu :
Ø Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi Saw dan para sahabat
Ø Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Pada masa Nabi Muhammad Saw ini Al Qur’an tidak di tulis pada satu tempat,
dengan dua alasan yaitu :
Ø Proses penurunan Al Qur’an masih berlanjut, sehingga ada kemungkinan ayat
yang turun belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah
turun dahulu
Ø Penyusunan ayat dan surat Al Qur’an tidak bertolak pada kronologisnya,
tetapi pada keserasian ayat atau surat satu dengan yang lain.
b. Masa khulafa’ur rasyidin
Masa Abu Bakar
Pada dasarnya, seluruh Al Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi Saw. Hanya
saja, surat dan ayatnya masih terpencar-pencar. Pada zaman Abu Bakar tahun 12 H
penyebab pengumpulannya adalah pada perang Yamamah banyak dari kalangan para
penghafal Al qur’an yang terbunuh.
Maka abu bakar memerintahkan untuk mengumpulkan Al qur’an agar tidak
hilang. Dalam kitab sahih Bukhori disebutkan bahwa, Umar bin Khattob
mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar setelah selesainya perang
Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar
terus menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Swt membukakan pintu hati
Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Za’id bin Tsabit. Abu bakar
mengatakan pada Za’id : “Sesungguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan
berakal cemerlang, kami tidak meragukanmu, engkau dulu pernah menulis wahyu
untuk Rasulullah, maka sekarang carilah Al Qur’an dan kumpulkanlah!”. Za’id
berkata : “maka aku pun mencari dan mengumpulakan dari pelepah kurma, permukaan
batu, dan dari hafalan orang-orang”. Mushaf tersebut berada ditangan Abu Bakar
hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian
dipegang oleh Hafsah binti umar. Diriwayatkan oleh Bukhori secara panjang
lebar.
Sampai Ali bin Abi Thalib mengatakan : “orang yang paling besar pahalanya
pada mushaf Al Qur’an adalah Abu Bakar, semoga allah Swt memberi rahamat kepada
abu bakar karena dia lah orang yang paling pertama kali mengumpulkan kitab
allah Swt.
Masa Utsman bin Affan
Pada zaman Utsman bin Affan pada tahun 25 H. Sebabnya adalah perbedaan kaum
muslimin pada dialeg bacaan Al Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf
yang berada di tangan para sahabat. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah,
maka Utsman memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi
satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar
pada Kitab Allah dan akhirnya terpecah belah.
Dalam Kitab Sahih Bukhori disebutkan, bahwa Hudzaifah bin Yaman datang
menghadap Utsman bin Affan dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia
khawatir melihat perbedaan mereka pada dialeg bacaan Al Qur’an, dia katakan
“Wahai amirul mu’minin, selamatkan lah umat ini sebelum mereka berpecah belah
pada Kitab Allah Swt seperti perpecahan kaum yahudi dan nasrani!”. Utsman lalu
mengutus seseorang kepada Hafsah “kirimkan pada kami mushaf yang engkau pegang
agar kami menggantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami
kembalikan kepadamu.” Hafsah lalu mengirimkan mushaf tersebut.
Kemudian ustman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id
bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk menuliskannya kembali dan
memperbanyaknya. Dari mushaf-mushaf tersebut satu salinan disimpan di Madinah
dan yang lain dikirimkan di berbagai pusat islam seperti kota Kuffah, Bashroh,
Damaskus, dan Mekkah.
Penyempurnaan Penulisan Al Qur’an setelah masa Khalifah
Mushaf ditulis atas perintah Ustman tidak memiliki
harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang
tujuh. Ketika banyak orang non arab yang memelu islam, mereka kesulitan membaca
mushaf tersebut.
Penyempurnaan tersebut antara lain yaitu :
Ubaidillah bin Ziyad dan Hajjaj bin Yusuf memerintakan
seorang lelaki Persia untuk meletakkan alif sebagai pengganti dari huruf
yang dibuang. Misalnya (اقلَتْ) di ganti menjadi (قَالَتْ), dan sebagainya.
Abu Al Aswad, Yahya bin Ya’mar, dan Nasr bin Ashim sebagai orang pertama
kali yang meletakkan tanda titik pada mushaf usmani
Al Khalil bin Ahmad adalah orang yang pertama kali meletakkan tanda hamzah,
tasydid, ar-raum, al-isymam.